Pertumbuhan pusat bisnis di beberapa
kawasan di Jakarta memicu kenaikan harga tanah, mencapai 20 persen per
tahun. Rupiah boleh saja terpuruk, berada di 11.854 per dollar AS
berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia atau JISDOR. Namun, sektor
properti salah satunya sewa kantor Jakarta tetap cemerlang.
Hal tersebut ditandai dengan tingkat okupansi (hunian) gedung-gedung
perkantoran khususnya sewa kantor di kawasan Central Business District
(CBD) Jakarta yang masih berada pada level 96,5 persen.
Berdasarkan hasil riset Colliers International Indonesia, pelemahan
nilai tukar rupiah tidak akan mengganggu dan mengubah transaksi sektor
perkantoran terutama sewa kantor. Pasalnya, sejauh ini salah satu sektor
properti tersebut merupakan investasi jangka panjang.
Menurut Associate Director Research Colliers International Indonesia,
Ferry Salanto, perubahan nilai tukar memang merupakan sesuatu yang
sensitive, hanya berpengaruh pada bisnis yang pendapatannya tidak dalam
dollar atau pun penyewa dengan masa sewanya sudah berakhir. Namun itu
tidak sampai membuat investor perkantoran di Jakarta melakukan relokasi
dari gedung A ke B dengan perbedaan klasifikasi dan harga sewa atau
bahkan menunda ekspansi.
Ferry mengatakan fluktuasi rupiah masih bisa diatasi. Nilai tukarnya
pun masih berada dalam batas aman, belum menyentuh Rp 13.000 atau Rp
15.000. "Kalau itu terjadi, sektor perkantoran akan di warnai negosiasi
ulang antara land lord dan penyewa. Sehingga ada batasan exchange rate
yang akan dibuat menjadi flat. Hal ini pernah terjadi pada tahun
2008-2009 lalu”.
Hasil riset Colliers, gedung perkantoran khususnya sewa kantor
Jakarta akan menambah pasokan baru di CBD pada semester II 2014 adalah
Sinarmas MSIG di Jl Sudirman, Gran Rubina di Jl HR Rasuna Said,
Kuningan, The Convergence di Rasuna Epicentrum, Kuningan, dan Noble
House di Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
No comments:
Post a Comment